[Review] The Holy Child : Bocah yang Berkali-kali Bermimpi Bertemu Nabi Muhammad - Mujahidin Nur



Judul Buku: The Holy Child
Penulis: Mujahidin Nur
Penerbit: Melvana Media
Penyunting: Sintia Jatnikasari
Proofreader: Mega Diana Dewi
Layout Cover: Rumah Desain
Layout Isi: Sherly
ISBN: 978-602-6940-10-0
Tebal: 264 hal
Cetakan III, 2016


“Maafkan Bunda ya Allah! Bunda sudah berkawan dengan setan. Jangan bakar al-Qur’an Rasyid!!!!” teriaknya histeris. Rasyid terus saja menangis memohon agar ibunya mengembalikan semua al-Qur’annya. Namun, ibunya tetap saja tidak menghiraukan tangisan Rasyid sampai dia kecapean dan memasuki kamarnya. Di dalam kamar, Rasyid memeluk al-Qur’an satu-satunya yang ia bawa sejak usai shalat subuh. Dia memeluk Al-Qur’an itu erat sekali, seakan-akan ada orang lain di hadapannya yang hendak mengambil al-Qur’an itu darinya. Beberapa saat kemudian, dia memandangi al-Qur’an itu dengan tangis dan linangan air mata, dia kecup al-Qur’an itu penuh khidmat.

“Al-Qur’an, Bunda kok jahat yah? Rasyid kan sayang al-Qur’an, Rasyid kan cinta al-Qur’an,” ucapnya dengan kalimat terbata-bata sambil menahan tangis. Air matanya terus berlinangan menuruni pipi dan menetes ke mushaf suci yang berada di dalam pelukannya, bak yatim piatu yang ditinggal kedua orangtuanya, untuk selamanya.

“Tidak masuk diakal! Bocah ini bisa membaca dan menghafal al-Qur’an secara otodidak, menguasai 15 irama imam besar dunia secara otodidak, dan yang lebih mencengangkan dia mampu bicara bahasa Arab dan membaca buku atau kitab berbahasa Arab tanpa guru. What a great miracle!” –Irfan Hakim, Artis, Presenter.

“Kecintaan Rasyid pada al-Qur’an merupakan petunjuk bagi kita. Bila kita ingin selamat dunia dan akhirat maka jadikanlah al-Qur’an sebagai tuntunan dalam kehidupan dan jalani kehidupan dengan diisi nilai-nilai al-Qur’an.” –Firdaus, ST, MT, Walikota Pekanbaru, Riau.

“Saya tidak bisa mengatakan apa-apa selain, Subhanallah!” –Syekh Ali Jabeer, Ulama dan Imam Masjid Nabawi, Madinah.

“The Holy Child” merupakan penyempurnaan buku sebelumnya yang berjudul “Suara dari Surga”, yang menceritakan kisah nyata seorang anak penghafal al-Qur’an dari kota Pekanbaru, Riau, bernama Muhammad Abdul Rasyid yang sudah mulai menghafal al-Qur’an sejak masih balita dan bisa menirukan 15 suara imam masjid besar dunia secara otodidak.

Syekh Rasyid yang dibesarkan oleh keluarga broken home tak membuatnya putus semangat untuk terus menghafalkan al-Qur’an. Dan karena inilah banyak orang yang termotivasi oleh sosok Hafidz cilik ini.

 “Keluarga adalah dunia kecil yang dibentuk dengan cinta.”

Awal cerita berkisah tentang Yulia, ibunda Syekh Rasyid yang mengalami KDRT. Di sini saya sedikit bosan karena saya ingin cepat-cepat ke inti cerita yang mengisahkan Syekh Rasyid. Namun perjuangan sang ibu, jatuh bangunnya ia demi membesarkan Rasyid seorang diri, juga pengorbanannya demi memenuhi keinginan putranya beribadah haji, seharusnya bisa menginspirasi banyak orang.

Perkembangan awal Syekh Rasyid yang begitu pesat membuat saya geleng-geleng kepala. Bagaimana ia tumbuh dengan keajaiban-keajaiban yang terus bertambah. Ketika anak lain bisa tengkurap, Rasyid sudah bisa merangkak. Ketika anak lain bisa duduk, Syekh Rasyid sudah bisa berjalan. Ketika anak lain sudah bisa bicara, Rasyid sudah bisa menulis, membaca al-Qur’an. Subhanallah....

Cara berpakaian Rasyid yang selalu memakai gamis seperti orang Arab ketika bepergian memang sering dicibir oleh orang-orang yang mleihatnya, namun menurut saya itu lucu. Kalau saya bertemu mungkin saya sudah ajak foto bareng. Beberapa foto yang diselipkan di beberapa halaman juga membantu sekali sebagai visualisasi Rasyid ketika kecil. Mushaf al-Qur’an juga tak pernah lupa dia bawa kemana pun, membacanya, menghafalnya. Saya merasa malu dengan diri saya sendiri yang membaca al-Qur’an seperlunya saja, bukan sebagai acuan hidup. Dan ketika suatu kejadian yang menimpa Syekh Rasyid ketika ibunya menyembunyikan semua al-Qur’an kesayangannya saya langsung bertanya-tanya, “apa ini benar-benar terjadi?” Ya Allah...

“Andai sebutir pasir bisa memberi kita inspirasi. Bagaimana dengan kehadiran sebuah gunung. Tidakkah ia bisa menjadi petunjuk akan keberadaan Sang Maha Pencipta? Sungguh, alam akan bersedia mensyukurinya. Begitu pun kehadiran angin. Mereka semua adalah karunia Sang Maha Kuasa.”

Ini adalah buku pertama yang saya baca dari Mujahidin Nur. Dan saya begitu menikmati setiap kalimat yang dituliskannya, begitu mengalir dan membuat saya penasaran dengan kelanjutan ceritanya. Alur ceritanya terasa begitu cepat, yang paling terasa ketika di awal-awal masa pertumbuhan Syekh Rasyid. Namun, saya maklum. Jika harus dituliskan secara mendetail perkembangan setiap satu bulannya mungkin buku ini sudah setebal 500 halaman lebih, mungkin. Tetapi itu sama sekali tidak menghilangkan poin-poin penting yang ingin disampaikan penulis.

“Keajaiban terjadi pada mereka yang percaya. Ketika kita meyakini sesuatu yang menurut logika atau akal kita tidak mungkin, disadari atau tidak keyakinan itulah yang membawa sesuatu yang mustahil itu menjadi kenyataan.”

Pada dialog yang ada di bab-bab awal yang menggunakan bahasa Melayu, jujur saya di sana tertawa-tawa. Karena saya tidak terbiasa dengan bahasa Melaya jadi saya selalu teringat dengan Upin & Ipin. Setiap kata saya baca keras-keras dengan dialek yang saya dengar dari animasi satu itu. Namun semakin ke tengah semakin saya serius membaca, saya tidak ingin satu kata pun terlewat dari buku ini.

Saya kira di buku ini penulis setidaknya menambah-nambahkan atau melebih-lebihkan beberapa adegan. Akan tetapi tetap saja, membaca The Holy Child ini membuat saya merinding dengan keajaiban-keajaiban yang terjadi pada diri Syekh Rasyid.

Ada beberapa bagian yang membuat saya menangis. Pertama, ketika Syekh Rasyid mengajak ibunya untuk shalat subuh. Itu benar-benar mengharukan. Saya tidak pernah mengajak ibu saya untuk shalat, yang ada saya yang diajak ibu. Kedua, ketika Syekh Rasyid mengungkapkan jika dirinya ingin berangkat haji setelah bermimpi bertemu dengan Nabi Muhammad. Saya kembali menangis di bagian ini. Bagaimana ia mengungkapkan keinginanannya untuk ditemani berhaji pada ibunya sambil menangis, ini benar-benar mengiris hati. Di umur saya yang sekarang, saya tidak mempunyai pikiran untuk pergi haji. Dan Syekh Rasyid, saya tidak bisa mengungkapkan kekaguman saya pada anak ajaib satu ini. Ketiga, ketika Syekh Rasyid Shalat dan Tawaf di Ka’bah buatannya sendiri sambil memakai pakaian ihramnya. Sebegitu besar keinginan anak ini untuk pergi beribadah haji.

“Sering kita berucap syukur dan merasa bahagia atas karunia materi yang kita terima. Namun, sangat jarang sekali kita mensyukuri karunia agung berupa kehidupan dan kesehatan yang diberikan oleh-Nya.” 

Sebenarnya saya ingin cerita lebih. Saya ingin tahu apa yang terjadi pada Syekh Rasyid dan keluarga setelah itu. Saya ingin tahu lebih tentang kehidupan Syekh Rasyid yang luar biasa ini. Dan mungkin beberapa pembaca di luar sana merasakan hal yang sama.

Masalah typo, saya menemukan beberapa. Dari penempatan tanda baca yang tidak tepat, penghamburan kata di beberapa kalimat, dan yang paling mengganggu saya adalah kalimat cetak miring yang tidak sesuai aturan. Saya menemukan beberapa kalimat yang seperti ini, yang dengan asalnya dibuat miring, bahkan yang lebih parah ada satu paragraf yang dicetak miring padahal itu bukan kalimat asing. Saya maklum jika ini arti dari sebuah hadis, tapi ini bukan. Saya tidak tahu ini disengaja atau tidak, yang pasti karena saya senang memeriksa kalimat-kalimat secara detail jadi saya sedikit terganggu dengan adanya typo seperti ini. Tapi harus saya karatakan, cerita Syekh Rasyid lebih menyenangkan untuk dinikmati dari pada typo-typo tadi.

Mungkin dari beberapa pembaca sekalian sudah tidak asing lagi dengan sosok Syekh Rasyid ini. Pernah tampil di Hafidz Cilik Indonesia. Syekh cilik ini menjadi peserta favorit saya selama tampil di sana. Setiap mendengarnya melafalkan al-Qur’an saya selalu merinding dan rasanya ingin menangis.

Buku ini benar-benar saya rekomendasikan untuk siapa saja, dari kalangan mana saja, tak terbatas usia. Kisah-kisah inspiratif Syekh Rasyid  ini sedikitnya akan mampu menggetarkan hati kalian.




0 komentar:

Posting Komentar

 
Fabella Story © 2016 | Blog Design by Ipietoon